Selamat Datang di Blog kami..
Sabtu, 23 Juni 2012
IBADAH PELEREHAN MAJELIS & KEBUTUHAN KURSI KEMAJELISAN
Pada hari
Minggu, 01 Juli 2012 akan dilaksanakan ibadah pelerehan Majelis. Majelis yang
akan lereh 15 orang yaitu :
1.
Bp. Catur Haryana
2.
Bp. Hotma pola sirait
3.
Bp. Ngadi
4.
Bp. Adi Subroto
5.
Bp. Waryadi
6.
Bp. Bambang Tugiarto
7. Ibu Sunarti
8. Bp. Riswan Yuwono
9. Ibu Runtut Rahajeng
10. Bp. Dwi Sih Rinenggo
11. Bp. Daniel Duka
12. Bp. Yusbiadi
13. Bp. Agus Setiawan
14. Ibu Erma Setyowati
15. Bp. Karsam
Ibadah
dilaksanakan secara manunggil pukul 07.30 WIB. Mohon perhatian segenap warga jemaat.
KEBUTUHAN KURSI KEMAJELISAN
Dengan lerehnya 15 Majelis, maka kebutuhan kemajelisan GKJ Klampok saat ini sangat tinggi. untuk itu dimohon kesadaran bagi semua warga jemaat GKJ Klampok untuk kembali meneliti panggilan pelayanan.
majelis GKJ Klampok telah menetapkan target pelaksanaan penjaringan - peneguhan majelis baru GKJ Klampok periode 2012-2015/2018, yaitu, sbb :
1). minggu ke 4 bulan Juni – minggu ke 3 bulan Juli sosilisasi
2). 16 – 21 Juli sudah ada bakal calon
3). 22 – 04 Agustus Penarosan
4). 05 dan 12 Agustus diumumkan pemilihan Majelis
5). 19 Agustus pemilihan langsung oleh jemaat
6). 26 Agustus diumumkan calon terpilih dan akan dilantik/
diteguhkan tanggal 2 September 2012
Kebutuhan per-wilayah
Kecitran : butuh 2
Majelis
Kalikidang : butuh 1
Majelis
Dekapolis : butuh 2
Majelis
Laodikia : butuh 1
Majelis
Syallom :
butuh 2 Majelis
Genesaret : butuh 2
Majelis
Derik : butuh
1 Majelis
Blarak : butuh
1 Majelis
Sosialisasi dikoordinatori oleh Pdt. Andreas Tri Febriantoro, S.Si
Di mulai di PA Dekapolis tanggal 22 Juni 2012
TIM PENJARINGAN KEMAJELISAN
Rabu, 20 Juni 2012
Sejarah GKJ Klampok
Sejarah
GKJ Klampok
BENIH YANG TUMBUH DI GKJ KLAMPOK
A. MASA PERINTISAN (SEBELUM
BERDIRINYA SINODE)
GKJ
Klampok adalah gereja dewasa yang
sejarahnya sangat terkait erat dengan sejarah pekabaran injil di karesidenan
Banyumas. Karesidenan Banyumas sebelumnya sudah terdapat kelompok kecil yang
awal penginjilannya dirintis oleh seorang janda keturunan Indo-Belanda,
sekaligus pengusaha batik terkenal di Banyumas yang bernama Ny. Bafikkery Laurans Phillips Van Oostroom
atau yang terkenal dengan sebutan Ny. Van
Oostroom.
Ny.
Van Oostroom dilahirkan pada tahun 1812 adalah orang awam (non misionaris) yang
memiliki kepedulian terhadap penginjilan. Pada tahun 1850 aktif mengadakan
penginjilan kepada para pekerja dan pembantunya, bahkan dengan semangat
mengadakan penginjilan sampai keluar wilayah eks Karesidenan Banyumas.
Setelah
adanya peristiwa permintaan baptis dari Banyumas ke Semarang 9 - 10 orang pada
tanggal 10 Oktober 1858 oleh Pendeta utusan NZG Ds. A. Hoezoo, pertumbuhan dan
perkembangan orang-orang Kristen semakin pesat di Karesidenan Banyumas.
Semangat
penginjilan Ny. Van Oostroom diikuti oleh saudara iparnya yang bernama
Christina Petronella Steven atau Ny. Phillips Steven di Purworejo Bagelen (Nama
Petronella pernah diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Kristen di Yogyakarta,
yang pada tahun 1900 diganti dengan nama Rumah Sakit Betesda), hingga di
Purworejo terjadi baptisan yang pertama kali pada tanggal 27 Desember 1860
sebanyak 5 orang oleh Pendeta Braams.
Komunikasi
tentang penginjilan yang dilakukan oleh kedua Nyonya bersaudara keturunan
Belanda itu terjadi begitu baiknya. Hal ini terbukti bahwa di Jawa Tengah
bagian selatan pada tahun 1873 telah dibaptis kurang lebih 2000 orang.
Nyonya
Van Oostroom sendiri pada tahun 1868 dari hasil penginjilannya sudah memiliki
jemaat sejumlah 30 orang dan jemaat itu dapat mengikuti kebaktian di rumah Ny.
Van Oostroom sendiri dan jemaatnya semakin hari semakin bertambah.
Atas
anjuran dan permintaan Ny. Van Oostroom agar misionaris Ds. A.Vermeer utusan
NGZV di Tegal dapat melayani di daerah Jawa Tengah Bagian Selatan. Setelah DS.
A.Vermeer memperoleh ijin maka secara rutin mengunjungi jemaat Banyumas kota di
rumah Ny. Van Oostroom untuk melayani sakramen perjamuan dan permandian
(baptis). Setelah dari Banyumas kota, DS. A.Vermeer juga mengunjungi rumah Kho
Tek San di Purbalingga dan membaptis bersama orang-orang pribumi pada tahun
1866 ada10 orang, diantaranya adalah Bp. Abraham, Bp. Elifas (dari Kertayasa),
Bp. Ngalisar, Bp. Asah, Bp. Junus, Bp. Jotam dan yang lainnya.
Ny.
Van Oostroom mempunyai hubungan dekat dengan para misionaris maupun penginjil
pribumi, baik sebelum peristiwa baptis di Semarang tanggal 10 Oktober 1858
maupun sesudahnya. Ia seperti memiliki jaringan
yang sangat rapi dan hal itu terbukti mereka saling mengadakan perkunjungan
walaupun tempat tinggal mereka cukup jauh, mengingat waktu itu sarana
transportasi hanya jalan kaki, naik kuda, kapal layar (perahu). Hubungan dengan
para misionaris seperti Jellesma (1844), Ds. Hoezoo (1849), Jamsz (1851), Gan
Kwee (1856), Ds. A.Vermeer (1861), MF. Anthing, Coelen, Emde, dan lain-lain.
Hubungan dengan penginjil pribumi seperti: Ibrahim Tunggul Wulung (1861), Paulus
Tosari, Kyai Sadrach, dan lain-lain.
Pada
tahun 1863 Ibrahim Tunggul Wulung setelah mengadakan perkunjungan ke Jakarta
bersama Kyai Sadrach dan 2 anak Tunggul Wulung dalam suatu pelayanan, setelah 6
bulan berada di Jakarta kemudian Tunggul Wulung melanjutkan penginjilannya ke
desa-desa menuju ke daerah Timur sampai di Purbalingga, Purwokerto dan Banyumas kota. Di daerah ini Tunggul Wulung
tinggal di rumah Ny. Van Oostroom dan mengadakan lawatan ke jemaat di Banyumas
kota.
Jemaat
Ny. Van Oostroom (kelompok Kristen) kian bertambah banyak, sedangkan untuk
mengatasi pelayanannya sering memperoleh kunjungan dari para Pendeta utusan,
khususnya untuk pelayanan Perjamuan Kudus dan Sakramen Baptis. Ny. Van Oostroom
juga di bantu oleh jemaat dekatnya yang punya kemampuan untuk ikut melayani
persekutuan/Ibadah di rumahnya.
Pada
tahun 1878 Ny. Van Oostroom jatuh sakit karena fisiknya dan usia lanjut hingga
kematiannya. Sebelum kematian Ny. Van Oostrom, kelompok Kristen Banyumas pada
tahun 1873 mendapat kunjungan dan lawatan penginjilan pribumi yang berpusat di
Purworejo Bagelen, yaitu Kyai R. Abas Sadrach beserta Tarub dan Abisai.
Merekalah yang memelihara iman jemaat Ny. Van Oostroom saat-saat mendekati
sakit dan kematiannya. Karena Ds. A. Vermeer sedang ke Belanda maka Kyai
Sadrach yang melakukan penginjilan ke desa-desa, misal di Bendawulu
(Banjarnegara), Desa Watumas (Purwokerto), Kalibening, Karangcengis
(Purbalingga), dan Kertayasa. Setelah DS. A. Vermeer kembali ke Indonesia dan
tetap tinggal di Purbalingga selalu aktif melayani jemaat Kristen di seluruh
wilayah Karesidenan Banyumas, Purbalingga dan Banyumas kota khususnya, hingga
meninggal dunia pada tahun 1892.
Kelompok
Kristen Banyumas kota sepeninggalnya Ny. Van Oostroom jemaat mengalami
kemunduran hingga sampai terpencar-pencar, apalagi pada tahun 1895 sampai tahun
1901 kosong tidak ada lawatan Pendeta. Sedangkan Kyai Sadrach memusatkan
pelayanannya di Purworejo.
Dengan
semangat yang masih sisa, pada tahun 1901 kelompok Kristen Banyumas Kota berada
dibawah pemeliharaan Gereja Rotterdam dan Zuid Holland. Diasuh
oleh pendeta utusan pertama DS.G.J. Ruyssenaers. Ia melayani seluruh
Karesidenan Banyumas dan menetap di Purbalingga. Ada tiga cara penginjilan yang
dilakukan oleh DS.G.J. Ruyssenaers,
yaitu:
1.
Pergaulan ke desa-desa.
2.
Membuka sekolah di Banyumas
kota, Purbalingga (Bojong) dan Pengalusan.
3.
Persiapan membuka Balai
Pengobatan.
Karena sakit disentri pada tanggal 5 Juni 1907, DS.G.J. Ruyssenaers
meninggal dunia, beliau hanya melayani sekitar 6 tahun.
Pada
tanggal 1 Nopember 1908 Bernhard Jonathan Esser sebagai utusan dari Gereja
Gereformeede di Rotterdam datang di Karesidenan Banyumas sebagai pengganti
DS.G.J. Ruyssenaers dan ia menetap di Purbalingga. Dalam usaha penginjilannya,
Bernhard Jonathan Esser dibantu oleh tenaga penginjil pribumi.
Pada
kurun waktu tahun 1910-1920 usaha penginjilan di karesidenan Banyumas
menggunakan bentuk:
1.
Dibukanya Rumah sakit di Desa
Trenggiling,Purbalingga (1911).
2.
Dibukanya sekolah-sekolah
Kristen (1913).
3.
Diterbitkannya surat kabar untuk
pekabaran injil “Mardiraharja”oleh DS.A. Merkalijas(1915).
4.
Adanya Colpotur-colpotur
penjualan buku Kristen keliling ke seluruh Karesidenan Banyumas.
Adapun kelompok-kelompok Kristen di Karesidenan Banyumas meliputi:
Purbalingga, Banyumas kota, Grendeng, Cilacap, Sidareja, Klampok, dan Adireja.
Purbalingga sebagai tempat bersinggah (kediaman) pendeta-pendeta utusan dan
sebagai pusat ke-Kristenan pada saat itu. Hingga pada tahun 1918 telah
terbentuk majelis yang pertama oleh dorongan Bernhard Jonathan Esser walaupun
sudah bermajelis, akan tetapi pelaksanaan kehidupan bergereja masih diatur oleh
pendeta utusan.
Karena
terpengaruh semangat penginjilan dan perkembangan PI dari Purbalingga, sekitar
tahun 1918-1929 di desa-desa telah tertaburi Injil. Di Banyumas kota ada
seorang tokoh/sesepuh Kristen yang bernama Tasik Suro Wijoyo atau Mbah Suro
ikut mengabarkan Injil diatas pemeliharaan Bernhard Jonathan Esser dan Guru
Injil Radiman Misael, dkk. dengan cara menjadi colporteur menjual buku dan
koran seperti: ”Mardirahardja” yang sudah terbit sejak 1915 atas usaha dari
DS.A. Merkalijas dari Purwokerto. Hingga sampai tahun 1939 masih rajin menjual
buku bersama dengan Yusuf Martareja. Semangat penginjilan terus berjalan,
apalagi setelah Jepang masuk pada tahun 1942, karena pada masa ini para utusan
dari negeri Belanda ditangkap dan masuk tawanan oleh tentara Jepang, kecuali para pendeta dan guru Injil pribumi.
Suro
Wijaya merasa bertanggung jawab terhadap kelompok Kristen yang berada di
Banyumas kota. Ia melayani bersama dengan mantri Sumardi, Yusuf Martareja,
Maryadi, Yasa Wikarta, Guru Injil Rawan Rekso Sudarmo, Prapto Sarjono (Guru
Injil dari Sokaraja), dkk.
Sampai
tahun 1944 Guru Injil Rameli Rekso Suminta datang ke Banyumas ikut bergabung
dalam pelayanan hingga diteguhkan menjadi pendeta pertama GKJ Banyumas pada
tanggal 18 Agustus 1949.
B. PENDEWASAAN GKJ KLAMPOK (SETELAH
BERDIRINYA SINODE)
Memasuki tahun 1933, pelayanan
di kawasan Banyumas-Purbalingga dibagi dua, yaitu kelompok pertama meliputi
gereja-gereja Purbalingga, Karang Salam, Sambeng, Sokaraja, Klampok,
Pengalusan, Kertayasa, Banyumas, dan Karangsari (Bangsa), ditambah penggabungan
jemaat Sadrach yang ada di grujugan, Karanggedang, dan karangtawang. Kelompok
kedua yang terdiri dari Purwokerto, Cilacap, Adireja, Sidareja, Ajibarang,
Jatilawang, dan Grendeng.
Gereja Purbalingga pada hari
raya kenaikan Tuhan Yesus ke Surga tahun 1934 melayani baptisan 28 orang dewasa
dan 18 anak-anak, sedangkan Cilacap melayani 18 baptisan dewasa dan anak-anak.
Pada penutupan tahun itu pula, di Purbalingga dibaptis 17 orang dewasa dan 11
anak. Suatu panenan yang patut disyukuri mengingat bahwa sejak 26 januari 1932
Purwokerto ditetapkan sebagai perfektus ekaligus pusat agama Katolik atas
Karesidenan Banyumas, Bagelen, Wonosobo, Tegal, Pekalongan, di samping harus
juga bersaing dengan pertumbuhan jemaat hasil pekabaran Injil Bala Keselamatan,
Advent, Pantekosta, dan Theosofi.
Untuk memperkuat kawasan
Purwokerto, zending ZGKN membangun Poliklinik Purwokerto dan Huishoudschool
“Mardi Kenja”
Salah satu perubahan yang patut
dicatat di sini ialah keputusan Klasis Gereja-gereja Kristen Jawa Tengah
Selatan Purbalingga yang menggabungkan Gereja (dewasa) Grendeng dengan Gereja
(dewasa) Purwokerto. Alas an penggabungan itu antara lain karena di kota
Purwokerto baru ada beberapa keluarga warga gereja, sedang Grendeng kecuali
karena kecil juga masih kesulitan untuk mendapatkan calon pejabat gereja
(tua-tua da diaken). Di pihak lain, jemaat Sadrach di Langgen (kawasan tanah
Pasundan) bergabung dengan Sidareja dan telah mendapat pelayanan perjamuan
kudus.
Di awal tahun 1936 beberapa orang dari desa-desa sekitar
Purbalingga bergabung bergereja di gereja Purbalingga, sedangkan babtisan dalam
jumlah yang besar terjadi di Sidareja, Cilacap, dan Purwokerto. Di tahun yang
sama kawasan Purbalingga-Banyumas tercatat banyak kejadian yang menggembirakan.
Purwokerto dan Purbalingga memiliki warga gereja sekitar 900 orang dan di
Klampok dan Grendeng sekitar 32 Warga. Kemudian pada tanggal 13 Desember 1936
Purbalingga mendewasakan kelompok Klampok dan lahirlah GKJ Klampok. Pendewasaan
GKJ Klampok ini murni karena benih pekerjaan misionaris dari Belanda, Kyai
Sadrach, dan guru Injil lokal. Jadi memang tidak terdeteksi gereja mana yang
mendewasakan GKJ Klampok, sepenuhnya karena pemekaran perkembangan wilayah dan
jumlah warga dari kelompok Banyumas-Purbalingga. Pada saat itu GKJ Klampok
mempunyai wilyah pelayanan sampai ke Kertayasa.
C. MASA AWAL DEWASA SAMPAI
PEMANGGILAN PENDETA YANG PERTAMA
Pada
masa awal pendewasaan ini GKJ Klampok belum memiliki gedung gereja sendiri,
kebaktiannya masih menggunakan gedung SMP Kristen (sekarang gedung TK/SD
Kristen). GKJ Klampok juga belum mempunyai pendeta sendiri, dalam kegiatan
pelayanannya dilayani oleh Pendeta utusan dan guru-guru Injil. Ada beberapa
Pendeta dan Guru Injil yang melayani GKJ Klampok, yaitu : Pdt. DS Marmoyuwono
(GKJ Purbalingga), Pdt. Ramli (GKJ Banyumas), Pdt. Dominic Esher (GKJ
Banyumas), Pdt. Asmowinangun (dari Cilacap),dll. Pelayanan tersebut dilakukan
sampai sekitar tahun 1950.
C.1 Pemanggilan Pendeta Pertama
dan Pendewasaan Kertayasa
Pada
tahun 1944 di desa kalipelus (Purwonegoro) datanglah satu keluarga Kristen dari
Purbalingga (Suami Isteri dan seorang anak). Baptisan pertama wilayah ini
terjadi pada tahun 1949 (seorang dewasa dan seorang anak) yang dilayani oleh
Pdt. J. Marmojoewono. Kemudian pada tahun 1950 menyusul baptisan lagi 8 orang
(meliputi orang dari Danaraja dan Purwonegoro), dibaptis di GKJ Klampok dan
dilayani oleh Pdt. Ds. Isbandi Adipratiknyo yang ketika itu beliau baru saja
diteguhkan menjadi pendeta di GKJ Pemalang. Baru setahun kemudian, yaitu pada
tahun 1951 Pdt. Isbandi resmi menjadi pendeta pertama di GKJ Klampok. Pada
tahun 1956 dari desa Kalipelus menyusul lagi baptisan sejumhal 23 orang. Sejak
saat itulah wilayah Purwonegoro resmi menjadi pepanthan GKJ Klampok, sama
statusnya dengan Kertayasa, pelayanan di Kertayasa dan Purwonegoro dilakukan
oleh tenaga dari Klampok dan Banyumas. Seiring semakin banyaknya kebutuhan
pelayanan di Kertayasa dan Purwonegoro, maka pada tahun 1956 ditempatkan
seorang Guru Injil yang bernama Bp. Sealtiel. Penyertaan Tuhan semakin nyata
dan jemaatNya pun semakin besar, pada tahun 1959 terjadi pembiakan Majelis GKJ
Klampok yang sudah berdiri 1936 itu, sejak saat itu terdapat Majelis GKJ
Klampok dan Majelis GKJ Kertayasa. Dan
sampai saat ini tahun 1959 dianggap sebagai tahun dewasanya GKJ Kertayasa.
C.2 Pergumulan Gedung Gereja dan
Pemanggilan Pendeta yang kedua
Pada
tahun 1970 Emanuel membeli sebidang tanah yang letaknya di sebelah barat arah
Banyumas sebagai perluasan berkembangnya poliklinik Emanuel untuk dijadikan
bangunan Rumah sakit Emanuel. Maka bersamaan dengan itu pada tahun 1970 Emanuel
resmi pindah ke gedung baru yang sekarang bernama RS. Emanuel. Sementara GKJ
Klampok menempati bekas gedung Emanuel. Jadi sejak pendewasaan tahun 1936
sampai 1999 GKJ Klampok memang belum memiliki gedung gereja sendiri, gedung
gereja yang dulu ditempati sebagai gereja lama adalah bangunan Gedung bekas
pabrik gula yang digunakan untuk poliklinik Emanuel. Setelah hak ilik tanah
sudah sah menjadi milik GKJ Klampok, maka pembangunan gereja langsung dimulai
hingga gedung gereja seperti yang sekarang ini.
Pdt.
DS. Isbandi Adipratiknyo pensiun tahun 1985, genap 34 tahun pelayanan. Setelah
itu GKJ Klampok tidak memiliki pendeta, rutinitas pelayanan masih tetap
dilakukan oleh Pdt. Em. Isbandi sebagai pendeta konsulen sampai mendapatkan
Pendeta yang baru. Sampai kemudian pada tanggal 4 Nopember 1987 GKJ Klampok
mentahbiskan pendeta yang kedua dalam diri Pdt. David Widi Prasetya,Sm.Th yang
melayani Jemaat GKJ klampok sampai sekarang dan akan memasuki masa emeritus
pada hari ini, 3 Mei 2012 dengan masa pelayanan kurang lebih 25 tahun.
Dan
pada hari ini pula, GKJ Klampok memiliki pendeta yang ke-3 dalam diri Vik.
Andreas Tri Febriantoro, S.Si. Bersama dengan majelis, komisi, dan tim, Vik.
Andreas Tri Febriantoro, S.Si akan melayani GKJ Klampok dengan 3 Pepanthan
(Blarak, Somawangi, Derik) dengan 9 kelompok PA (Dekapolis, Laodikia, Syalom,
Kecitran, Kalikidang, Genesaret, Blarak, Somawangi, Derik). Semoga menjadi
berkat. AMIN
Klampok,
03 Mei 2012
Pdt.
Andreas Tri Febriantoro, S.Si
Editor
: Pdt.David Widi Prasetyo,SmTh
Sumber-sumber:
Proposal
Panitia pembanguan GKJ Klampok
Sejarah
GKJ Banyumas, oleh : Bp. Mulyono
Sejarah
Singkat GKJ Kertayasa, Oleh : Bp. Urip Harjo Sucipto
Sejarah
Gereja-gereja Kristen Jawa, oleh : Bp.S.H Soekotjo
Langganan:
Postingan (Atom)